a. Gerabah
Dalam masa peundagian, pembuatan barang-barang gerabah
makin maju dan kegunaan gerabah semakin meningkat. Walaupun masa perundagian
peranan perunggu dan besi sangat penting, namun peranan gerabah pun dalam
kehidupan masyarakat masih sangat penting dan fungsinya tidak dapat dengan
mudah digantikan oleh alat-alat yang terbuat dari logam.
Pada umumnya gerabah dibuat untuk kepentingan rumah
tangga sehari-hari. Dalam upacara keagamaan gera
bah digunakan sebagai tempayan
kubur, tempat bekal kubur atau tempat sesaji. Cara pembuatan gerabah pada masa
perundagian lebih maju dari pada masa bercocok tanam. Pada masa perundagian ada
adat kebiasaan untuk menempatkan tulang-tulang mayat dalam tempayan-tempayan
besar. Dengan adanya kebiasaan ini menunjukan bahwa teknik pembuatan gerabah
lebih tinggi.
Bukti-bukti peninggalan benda-benda gerabah ditemukan di
Kendenglembu (Banyuwangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tangerang), Kalumpang dan
Minanga Sapakka (Sulawesi Tengah) dan sekitar bekas danau Bandung. Di Indonesia
penggunaan roda putar dan tatap batu dalam pembuatan barang gerabah berkembang
lebih pesat dalam masa perundagian (logam), bahkan di beberapa tempat masih
dilanjutkan sampai sekarang.
Dari temuan benda-benda gerabah di Kendenglembu dapat
diketahui tentang bentuk-bentuk periuk yang kebulat-bulatan dengan bibir yang
melipat ke luar. Menurut dugaan para ahli, gerabah semacam itu dibuat oleh
kelompok petani yang selalu terikat dalam hubungan sosial ekonomi dan kegiatan
ritual. Dalam pembuatan gerabah karena lebih mudah memberi bentuk, maka dapat
berkembang seni hias maupun bentuknya.
Di samping barang-barang gerabah di Kalimantan Tenggara
(Ampah) dan di Sulawesi Tengah (Kalumpang dan Minanga Sipakka) ditemukan alat
pemukul kulit kayu dari batu. Kagunaan alat ini ialah untuk menyiapkan bahan
pakaian dengan cara memukul-mukul kulit kayu sampai halus. Alat pemukul kulit
kayu sekarang masih digunakan di Sulawesi.
Gerabah pada masa perundagian banyak sekali ditemukan di
Buni (Bekasi, Jawa Barat). Di tempat ini telah dilakukan penggalian percobaan
yang dikerjakan oleh R.P.Suyono dan Basuki pada tahun 1961. Di tempat ini
gerabah ditemukan bersama-sama dengan tulang-tulang manusia. Sistem penguburan
di sini adalah sistem penguburan langsung (tanpa tempayan kubur untuk tempat
tulang-tulang mayat). Selain gerabah ditemukan pula beliung persegi,
barang-barang dari logam dan besi. Warna gerabah yang ditemukan adalah
kemerah-merahan dan keabu-abuan. Selain di Bekasi, gerabah juga ditemukan di
Bogor (Jawa Barat), Gilimanuk (ujung barat pulau Bali), Kalumpang (Sulawesi
Tengah), Melolo (Sumba), dan Anyer (Jawa Barat).
b. Kapak Corong
Hasil-hasil kebudayaan perunggu di Indonesia adalah kapak
corong dan nekara. Kapak corong banyak sekali jenisnya, ada yang kecil
bersahaja, ada yang besar dan memakai hiasan, ada yang pendek lebar, bulat dan
ada pula yang panjang serta sisinya atau disebut candrana.
Di lihat dari bentuknya, kapak-kapak corong tersebut
tentunya tidak digunakan sebagaimana kapak, melainkan sebagai alat kebesaran
atau benda upacara. Hal ini menunjukkan
bahwa kapak corong yang ditemukan di Indonesia peninggalan zaman perunggu
memiliki nilai-nilai sakral atau nilai religi. Bentuk-bentuk corong tersebut ditemukan
di Irian Barat dan sekarang disimpan di Belanda. Sedangkan kapak upacara yang
ditemukan pada tahun 1903 oleh ekspedisi Wichman di Sentani disimpan di musium
lembaga kebudayaan Indonesia di Jakarta.
c. Kapak perunggu
Di Indonesia kapak perunggu yang ditemukan memiliki
bentuk tersendiri. Kapak perunggu memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Di
lihat dari pengggunaannya, maka kapak perunggu dapat berfungsi sebagai alat
upacara atau benda pusaka dan sebagai pekakas atau alat untuk bekerja.
Secara Tipologik, kapak perunggu digolongkan ke dalam dua
golongan, yaitu: kapak corong dan kapak upacara. Umumnya kapak perunggu yang
terdapat di Indonesia mempunyai semacam corong untuk memasukan kayu tangkai.
Oleh karena bentuknya menyerupai kaki orang yang bersepatu, maka dinamakan
“kapak sepatu”. Kapak perunggu tersebut ada yang diberi hiasan dan tanpa
hiasan. Pada candrasa yang ditemukan di daerah Yogyakarta, di dekat tungkainya
terdapat lukisan yang sangat menarik yaitu seekor burung terbang memegang
sebuah candrasa yang tangkainya s
angat pendek.
Adapun cara pembuatan kapak-kapak perunggu atau corong,
banyak tanda-tanda yang menunjukan teknik a cire perdue. Di dekat Bandung
ditemukan cetakan-cetakan dari tanah bakar untuk menuangkan kapak corong.
Penyelidikan menyatakan bahwa yang dicetak adalah bukan logamnya, melainkan
tentunya kapak yang dibuat dari lilin, ialah yang menjadi model dari kapak
logamnya.
Daerah-daerah temuan kapak perunggu di Indonesia adalah
Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan
Selatan, Bali, Flores, pulau Roti dan Irian Jaya dekat Danau Sentani. Kapak
perunggu atau corong yang ditemukan di Sumatera Selatan, Jawa, Bali, sulawesi
Tengah dan Selatan, pulau Selayar dan
Irian dekat Danau Sentani memiliki beragam jenis. Ada yang kecil dan bersahaja;
ada yang besar dan memakai hiasan; ada yang pendek lebar; ada yang bulat, dan
adapula yang panjang satu sisinya. Yang panjang satu sisinya disebut Candrasa.
d. Bejana perunggu
Temuan bejana perunggu di Indonesia hanya sedikit. Daerah tempat penemuannya tidak tersebar. Penemuan bejana perunggu ini hanya ditemukan di daerah Sumatera dan Madura. Bejana perunggu ini memiliki bentuk yang bulat panjang, seperti keranjang tempat ikan yang biasa digunakan oleh para pencari ikan di sungai (kepis) atau menyerupai bentuk gitar model Spanyol tanpa tangkai. Bejana yang di temukan di Kerinci (Sumatera) memiliki panjang 50,8 cm dan lebar 37 cm. Sedang bejana yang di temukan di Sampang lebih tinggi dan lebar ukurannya yaitu tingginya 90 cm dan lebar 54 cm.
e. Nekara perunggu
Nekara adalah semacam berumbung dari perunggu yang
berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Bentuk nekara ini dapatlah disamakan dengan dandang
yang ditelungkupkan. Nekara sebagai hasil dari masa perundagian, mempunyai
bentuk unik dengan pola-pola hias yang kompleks. Bentuk nekara umumnya tersusun
dalam tiga bagian. Bagian atas terdiri dari bidang pukul datar dan bagian bahu
dengan pegangan. Bagian tengah merupakan silinder dan bagian bawah berbentuk
melebar. Pola hias yang terdapat di
nekara ini pada umumnya berbentuk pola hias geometrik dengan beberapa
variasinya. Misalnya, pola hias bersusun, pola hias pilin, dan pola hias
topeng.
Nekara pun dianggap sebagai benda suci yang
digunakan pada saat upacara saja. Hal
ini diperjelas dengan ditemukannya nekara di berbagai daerah dan diantaranya
sampai sekarang masih tersimpan di Bali dengan ukuran 1,86 meter disimpan di
sebuah pura di desa Intaran yaitu pure penataran sasil.
Nekara merupakan benda-benda atau alat-alat yang ada
dalam kegiatan upacara yang berfungsi untuk genderang waktu perang, waktu
upacara pemakamam, untuk upacara minta hujan, dan sebagai benda pusaka (benda
keramat).
Nekara perunggu banyak sekali ditemukan di daerah
Nusantara. Di pulau Bima dan Sumbawa, nekara-nekara perunggu memakai pola
hiasan berupa orang-orang yang sedang menari dengan memakai hiasan bulu burung
dan terdapat hiasan perahu. Hiasan perahu tersebut diduga merupakan perahu
jenazah yang membawa arwah orang yang telah meninggal.
Di Pulau Alor banyak nekara berukuran lebih kecil dan
ramping dari pada yang ditemukan di tempat-tempat lain. Nekara yang ditemukan
di Alor diberi nama Moko. Menurut penelitian dikatakan bahwa moko itu dibuat di
Gresik dan kemudian di bawa oleh orang-orang Bugis ke daerahnya. Di bawa ke
Nusa Tenggara sebagai barang dagangan.
Di daerah Manggarai (Flores) orang menanamakan Moko
dengan sebutan “gendang gelang” atau “tambur”. Biasanya Moko merupakan benda
pusaka yang dimiliki oleh seorang kepala suku yang kemudian diturunkan kepada
salah seorang anak laki-lakinya. Di Jawa Moko disebut “tamra” atau “tambra”. Di
Pulau Roti Moko ini disebut “Moko malai” yang artinya pulau besar dari malai
(Malaya), dan di Maluku Moko disebut “tifa guntur”.
Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa daerah-daerah
penyebaran moko terutama di Indonesia, meliputi daerah: pulau-pulau Alor,
Flores, Jawa, pulau Roti dan Maluku. Nekara yang paling besar adalah sebuah
nekara yang ditemukan di dekat Manuaba, daerah Pejeng (Bali). Karena itu nekara
yang ditemukan tersebut diberi nama “Nekara Pejeng” atau “Bulan Pejeng”. Nekara
di Pejeng (Gianjar Bali) berukuran sangat besar, yaitu tinggi 1,98 meter dan
bidang pukulnya 1,60 meter. Nekara tersebut disimpan di puara penataran Sasih
dan masih dipandang keramat oleh penduduk setempat.
Pada tahun 1704, G.E. Rumpius telah melaporkan hasil
penelitiannya dengan mengemukakan tentang nekara dari Bali, yang kemudian
dikenal dengan nama Bulan Pejeng. Kemudian E.C. Barehewitz menghasilkan hasil
penelitiannya nekara dari Nusa Tenggara Timur pada tahun 1930. Sebelum itu,
A.B. Meyer telah menemukan beberapa nekara dari Jawa, Salayar, Luang, Roti dan
Leti. Bersama-sama dengan W. Fox, A.B. Meyer mengadakan perbandingan tentang
benda-benda nekara yang ditemukan di Asia Tenggara dan mengambil kesimpulan,
bahwa nekara-nekara perunggu itu pada dasarnya berpusat di Khemer dan kemudian
menyebar ke Asia Tenggara termasuk penyebaran selanjutnya ke Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian yang sistematis dilakukan
oleh R.P. Soejono pada akhir-akhir ini telah menghasilkan benda-benda perunggu
dari Gilimanuk di Bali, Leuwi Liang di Bogor. Di tempat lain juga didapatkan
benda-benda perunggu seperti hasil penelitian di Prajekan antara Bondowoso dan
Situbudondo. Kemudian dari daerah antara Tangerang sampai Karawang di Jawa
Barat dan di aliran sungai Cisadane, Bekasi, Citarum, Ciparage dan Cikarang.
f. Patung-patung perunggu
Bentuk patung perunggu bermacam-macam bentuknya. Ada yang
berbentuk orang atau hewan. Patung yang berbentuk orang menggambarkan orang
yang sedang menari, orang yang sedang berdiri, sedang naik kuda dan ada yang
memegang panah. Patung perunggu ini tenyata banyak juga ditemukan di Indonesia.
Arca- raca yang berbentuk orang atau hewan telah ditemukan di daerah Bangkinan
(propinsi Riau), Lumajang (Jawa Timur), Bogor (Jawa Barat), dan Palembang
(Sumatera Selatan) Jenis patung ada dua, yakni patung orang dan patung
binatang, berupa kerbau. Patung orang atau boneka perunggu ini ditemukan di
Bangkinang daerah provinsi Riau daratan. Sedangkan yang berbentuk hewan
ditemukan di Limbangan daerah Bogor.
g. Gelang dan cincin perunggu
Gelang perunggu dan cincin perunggu pada umumnya tanpa
hiasan. Tetapi ada juga yang dihias dengan pola geometrik atau pola binatang.
Bentuk- bentuk hiasa yang kecil mungkin dipergunakan sebagai alat tukar atau
benda puasaka. Ada juga mata cincin yang bernetuk seekor kambing jantan yang
ditemukan di Kedu (Jawa Tengah). Bandul (mata) kalung yang berbentuk kepala
orang ditemukan di Bogor. Ada pula kelintingan perunggu berukuran kecil yang
berbentuk kerucut, silinder-silinder kecil dari perunggu, yang tiap ujung
silinder ada yang berbentuk kepala kuda, burung, kijang. Kelintingan perunggu
banyak ditemukan di Malang (Jawa Timur). Di samping perhiasan dari perunggu
juga ada yang berbentuk belati, ujung tombak, ditemukan di Jawa Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Timur, serta Flores.
h. Benda-benda perunggu lainnya
Benda-benda yang terbuat dari perunggu mempunyai nilai
seni yang tinggi seperti yang ditemukan berupa jelang kaki atau benggel,
gelang, anting- anting, kalung, dan cincin. Di samping itu, seni menuang patung
sudah ada dengan ditemukannya patung-patung, juga memiliki nilai ekonomi dengan
ditemukannya cincin dengan lubang kecil yang diperkirakan sebagai alat tukar.
Untuk menetapkan benda-benda yang terbuat dari perunggu diperlukan suatu
teknologi. Dengan menempa logam untuk dijadikan sebuah benda yang didinginkan
terlebih dahulu harus melebur bijih menjadi lempengan logam, sedangkan proses
peleburan diperlukan panas dengan suhu yang tinggi. Kesemuanya meliputi jenis:
• Ujung tombak
ditemukan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
• Pisau
belati, ditemukan di Jawa Timur dan Flores.
• Mata pancing
ditemukan di Gilimanuk di Bali.
• Ikat
pinggang berpola hias geometris ditemukan di Prajekan di Jawa Timur.
• Penutup
lengan ditemukan di Bangkinang dan Bali.
• Bandul
kalung berbentuk manusia ditemukan di Bogor.
•
Silinder-silinder kecil bagian dari kalung ditemukan di Malang.
• Kelintingan
kecil berbentuk kerucut, ditemukan di Bali.
i. Manik-manik
Manik-manik sebagai hasil hiasan sesungguhnya sudah lama
di kenal masyarakat Indonesia. Manik-manik di Indonesia memegang peranan
penting. Manik-manik digunakan sebagai bekal kubur, benda pusaka, juga
dipergunakan sebagai alat tukar. Manik-manik ditemukan hampir di setiap
penggalian, terutama di daerah-daerah penemuan kubur prasejarah seperti
Pasemah, Jawa Barat, Gunung Kidul (Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Besuki (Jawa
Timur), dan Gilimanuk (Bali).
Manik-manik di Indonesia yang pernah ditemukan
bermacam-macam bentuk dan ukurannya. Ukuran yang biasa adalah bulat, silinder,
bulat panjang, lonjong telor, persegi enam, dan sebagainya. Warna-warna yang
umum pada manik-manik tersebut adalah biru, merah. Kuning, hujau atau merupakan
kombinasi dari warna-warna itu. Beberapa manik-manik yang berwarna hitam
ditemukan di Sangir, yang terbuat dari batu andesit.
j. Benda-benda besi
Berbeda dengan penemuan benda-benda perunggu, maka
penemuan benda-benda besi terbatas jumlahnya. Benda-benda besi di gunakan
sebagai bekal kubur, misalnya yang ditemukan di kubur-kubur prasejarah di
Wonosari (Jawa Tengah) dan Besuki (Jawa Timur).
Jenis-jenis alat besi dapat digolongkan sebagai prkakas
kerja sehari-hari dan sebagai senjata. Sebagian temuan hanya berupa
fragmen-fragmen yang sukar ditentukan macam bendanya dan sebagian lagi
memperlihatkan bentuk-bentuk yang belum jelas fungsinya. Alat-alat besi yang
banyak ditemukan berbentuk:
Mata kapak atau
sejenis beliung yang dikaitkan secara melintang pada tangkai kayu. Alat ini
banyak ditemukan di daerah Gunung Kidul (Jawa Tengah). Alat yang temukan
tersebut diperkirakan dipergunakan untuk menatah batu padas.
Mata pisau
dalam berbagai ukuran
Mata sabit
dalam bentuk melingkar
Mata tembilang
atau tajak
Mata alat
penyiang rumput
Mata pedang,
yang antara lain ditemukan dalam kubur peti di
Gunung Kidul
Mata tombak
Tongkat dengan
ujungnya berbentuk kepala orang
Gelang-gelang
besi ditemukan antara lain di daerah Banyumas dan Punung (Pacitan Jawa Tengah)
Sumber :
Supriyadi, Marwan. 2009. Sejarah 1 : Untuk SMA/ MA kelas
x. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
0 Komentar