Kebudayaan Manusia Pra Aksara Pada Masa Food Gathering
1. Telah menghasilkan
budaya yang belum ada pada masa sebelumnya, seperti lukisan-lukisan di dinding
di gua-gua tempat tinggal mereka atau di dinding karang.
2. Seni lukis manusia purba di Eropa, misalnya di negara Prancis, Afrika, Australia. Di
tempat-tempat tersebut seni lukis
berasal dari masa yang lebih tua daripada yang ditemukan di Indonesia.
3. Di Indonesia
seni lukis adalah suatu hasil budaya
yang baru dicapai pada masa berburu
tingkat lanjut dan ditemukan tersebar
di daerah Sulawesi selatan, kepulauan Maluku dan Irian.
4. Penemuan lukisan
dinding gua di daerah Sulawesi selatan untuk pertama kalinya dilakukan oleh
C.H.M. Heren-Palm dalam tahun 1950. Di dalam gua tersebut ditemukan
cap-cap tangan dengan jari-jarinya direntangkan dengan ditaburi cat merah. Di
gua tersebut Van Heekeren juga menemukan lukisan
seekor babi rusa yang sedang melompat dengan panah di bagian jantungnya.
Babi rusa tadi digambarkan dengan garis-garis warna merah. Sementara itu, di goa-goa di Pulau Muna, daerah Sulawesi Tengah, bentuk lukisan yang
ditemukan beraneka ragam, misalnya ada manusia
menunggang kuda, memegang tombak atau pedang, kuda, rusa, anjing, buaya,
matahari, dan perahu layar. Warna lukisannya didominasi warna cokelat.
5. Di
tempat-tempat lain lukisan pada dinding-dinding karang atau gua-gua juga
menggunakan cat warna merah, hitam atau
putih. Sumber inspirasi dari lukisan-lukisan tersebut adalah cara hidup
mereka pada masa itu yang tergantung pada alam sekelilingnya, yaitu berburu dan
mengumpulkan makanan.
Di Maluku wujudnya
cap tangan, kadal, manusia dengan membawa perisai berwarna merah, lukisan
burung, dan perahu berwarna putih. Selain itu, dijumpai pula lukisan manusia
sedang menari dan berkelahi, manusia bertopeng, atau lukisan wajah.
Di Irian Jaya mirip
dengan lukisan-lukisan yang ditemukan di Pulau Kei daerah Maluku. Bentuknya
juga beraneka ragam, seperti cap tangan, orang, ikan, perahu, binatang melata,
dan cap kaki. Selain itu, terdapat juga lukisan abstrak seperti garis-garis
lengkung atau garis-garis lingkaran.
6. Lukisan tersebut menggambarkan kehidupan sosial
ekonomik dalam kepercayaan masyarakat waktu itu. Di dalam lukisan-lukisan
prasejarah pada dinding- dinding gua itu mengandung
nilai-nilai estetika dan magis yang bertalian dengan totem dan upacara-upacara yang belum diketahui dengan jelas.
7. Cap-cap tangan dengan dasar warna merah, mungkin mengandung arti kekuatan atau simbol kekuatan pelindung untuk mencegah roh-roh
jahat. Adapun cap tangan dengan jari
yang tidak lengkap dianggap sebagai tanda
adat berkabung. Ada anggapan dari kalangan para ahli bahwa lukisan-lukisan
itu juga mengandung maksud sebagai
upacara penghormatan terhadap nenek moyang, upacara kesuburan, untuk meminta hujan
dan sebagainya.
8. kepercayaan pada masa itu terlihat juga dalam upacara penguburan mayat. Bukti-bukti
tentang penguburan ditemukan di gua Lawa
(Sampung), di gua Sodong dan di bukit kerang di Sumatera Utara. Di antara mayat-mayat itu ada yang ditaburi dengan cat-cat merah yang
berupa butiran. Diduga bahwa cat-cat merah ini berhubungan dengan suatu upacara
penguburan, dengan maksud memberikan kehidupan
baru di alam baka.
Kebudayaan Manusia
Purba Pada masa Bercocok Tanam
1. Memperhatikan
tentang kesenian misalnya:
a. ditemukannya
kulit kerang yang digunakan sebagai kalung, gelang-gelang dari batu indah dan
manik-manik.
b. Di dalam
gua-gua yang menjadi tempat tinggal mereka ditemukan lukisan-lukisan dengan
beberapa
warna.
2. Ketika manusia sudah mulai hidup menetap, ekspresi keindahan
bertambah variasinya.
3. Seiring dengan perkembangan teknik tuang logam dan pembuatan gerabah, dalam aspek seni muncul
seni lukis dalam bentuk relief dan seni
patung.
4. Relief merupakan
penegasan dari seni lukis, seni patung diwujudkan dalam bentuk patung menhir atau patung-patung megalitik
(batu besar) lainnya. Aspek yang
terkandung dalam seni rupa itu adalah nilai-nilai
magis-religius. Oleh karena itu, gaya penampilan seninya juga dipengaruhi
oleh latar belakang kepercayaan senimannya. Hal itu terlihat jelas pada seni
rupa masa proto-sejarah yang kurang memperhatikan segi anatomis dan
proporsi. tapi lebih ditekankan pada segi
simbolisnya.
5. Seni relief
ditemukan pada dinding kubur megalitik,
seperti sarkofagus atau dolmen. Di
Jawa sarkofagus dan dolmen yangn memiliki relief ditemukan di Tegal Ampel di
Bondowoso, Jawa Timur, dan Tegalang-Bali.
6. Objek lukisan
relief tersebut berbentuk manusia,
binatang, dan pola-pola geometris. Di antara ketiga obyek itu agaknya obyek
manusia yang paling banyak dilukiskan. Contohnya relief yang terdapat di sarkofagus yang ditemukan di Bondowoso dan di
Bali. Relief yang terdapat di Bondowoso terdiri dari lima manusia dan
binatang. Selain daripada itu, objek lukisan berupa manusia juga terdapat pada
tutup dolmen yang ditemukan di desa Tlogosari, Bondowoso.
7. Seni patung
baik patung dari batu maupun patung dari perunggu umumnya berupa figur
manusia dan binatang. Patung batu pada masa itu dibuat dengan teknik pahat
sederhana yang pahatannya dilakukan pada bagian- bagian tertentu saja, yaitu
muka atau tangan. Kesederhanaan itu juga tampak pada penggarapannya yang agak
kasar dan terkesan kaku. Hal ini dapat dipahami karena latar belakang pembuatan
patung pada masa itu, adalah untuk pemujaan nenek moyang dan patungnya sendiri
ditempatkan di dekat kubur.
8. Patung-patung manusia ini ditemukan di Jawa, Sumatera
dan Sulawesi. Patung yang ditemukan di Cirebon, Gunung Kidul, dan patung yang
ditemukan di Bada, Sulawesi Tengah, berupa batu besar yang bagian atasnya
dipahat sehingga berbentuk muka manusia. Patung-patung batu dengan obyek
sederhana, hanya bagian atas yang mengalami pengerjaan, sedangkan bagian bawah
dibiarkan polos atau bagian kaki sengaja tidak dipahat. Bagian bawah patung
yang berbentuk meruncing itu, dimaksudkan untuk mempermudah ditancapkan ke
dalam tanah.
Masa perundagian merupakan masa perubahan besar dalam
hasil-hasil kebudayaan. Pada masa perundagian ini, manusia Indonesia telah
banyak menciptakan hasil-hasil kebudayaan, terutama yang berwujud benda atau
alat- alat dengan teknologi tinggi. Pada masa perundagian ini, orang-orang
Indonesia mengembangkan teknologi yang tinggi dalam mengolah sumber daya alam.
Kebudayaan Manusia
Purba Pada masa Perundagian
1. Masa perundagian yang dibagi ke dalam tiga zaman
yaitu zaman tembaga, zaman perunggu dan
zaman besi. Tetapi telah kita ketahui bahwa di Asia Tenggara, khususnya
Indonesia tidak dikenal adanya zaman tembaga. Hal ini dibuktikan dengan tidak
ditemukannya artefak-artefak yang dibuat dari tembaga. Masa perundagian dibagi
menjadi zaman perunggu dan zaman besi. Pada zaman perunggu, orang-orang
Indonesia banyak menghasilkan benda atau alat-alat yang menggunakan teknologi
tinggi. Berkembangnya teknologi pada zaman perunggu ini karena ditemukannnya
penemuan-penemuan baru berupa teknik peleburan, pencampuran, penempaan dan
pencetakan jenis-jenis logam.
2. Di Indonesia zaman logam tersebut dikenal dengan zaman
perunggu. Kepandaian untuk menggunakan barang-barang logam harus dikuti dengan
kepandaian teknis tentang cara-cara pengerjaan bahan-bahan logam tersebut.
Perkembangan kebudayaan perunggu di Indonesia agak kemudian. Hal ini terbukti
dengan adanya hasil penelitian arkeologis, bahwa penggunaan logam itu baru
berkembang pada beberapa abad sebelum masehi. Menurut Von Heine Gudern
pendukung kebudayaan perunggu datang ke Indonesia kurang lebih 500 tahun
Sebelum Masehi. Sebagai nenek moyang bangsa Indonesia yang disebut Dentero
Melayu atau Melayu Muda dan sebelumnya bangsa proto Melayu atau Melayu tua
zaman Neolithikum.
3. Benda-benda perunggu itu ditemukan di Indonesia
menunjukkan adanya persamaan dengan penemuan di Dongson, yakni mengenai bentuk
dan ragam hiasnya. Dari kesamaan tersebut kemudian menimbulkan dugaan, bahwa
dalam hal pengembangan budaya perunggu di Indonesia terdapat hubungan dengan di
Dongson (Vietnam). Hal ini didukung oleh pendapat bahwa kebudayaan perunggu
berasal dari daratan Asia yang disebut kebudayaan Dongson. Pada masa ini seni
kerajinan muncul dalam bentuk perhiasan, benda-benda upacara, dan benda-benda
keperluan sehari-hari. Bahan yang digunakan untuk kerajinan itu adalah batu,
kulit, kerang, tanah liat, perunggu, besi, emas, dan kaca. Dari bahan-bahan
yang berbeda itu, menunjukkan adanya perbedaan tingkat teknologi pembuatannya
dan tingkat keterampilan pembuatannya. Semula teknologi pembuatan alat-alat
keperluan sehari-hari tersebut dilakukan dengan cara pengurangan. Kemudian
berkembang dengan teknologi penambahan dan percampuran, misalnya dalam
pembuatan gerabah dan teknik tuang logam.
4. Jenis perhiasan yang dikenal pada masa itu adalah
gelang, bandul kalung, dan manik-manik. Adapun benda-benda upacara berupa
nekara, kapak perunggu, senjata besi, dan gerabah. Tentu saja benda-benda itu
tidak hanya mempunyai fungsi estetis dan religius saja. Akan tetapi, juga dapat
berfungsi praktis, seperti untuk alat
tukar dan alat bantu kegiatan manusia sehari-hari.
5. Nekara sebagai hasil dari seni kerajinan, mempunyai
bentuk unik dengan pola hias yang kompleks. Bentuk nekara umumnya tersusun
dalam tiga bagian. Bagian atas terdiri dari bidang pukul datar dan bagian bahu
dengan pegangan. Bagian tengah merupakan merupakan silinder dan bagian bawah
berbentuk melebar. Pola hias yang terdapat di nekara ini pada umumnya berbentuk
pola hiasgeometrik dengan beberapa variasinya, misalnya pola hias tersusun,
pola hias lilin, dan pola hias topeng. Nekara perunggu yang berukuran kecil dan
ramping disebut moko atau mako.
6. Benda-benda perunggu lainnya yang termasuk dalam seni
kerajinan adalah kapak perunggu. Bentuk kapak ini bermcam-macam, seperti jenis
ekor burung seriti, jenis pahat bertangkai, dari Sumatera, Jawa, Sulawesi,
Selayar, Bali, flores, Maluku, Timor-Timur sampai Irian Jaya. Di antara semua
temuan kapak itu terdapat kapak yang mempunyai pola hias yang sangat indah.
Pola hias yang terdapat dalam kapak yang ditemukan di Pulau Roti, berbentuk
topeng dengan tutup kepala yang
menyerupai kipas. Begitu juga kapak jenis candrasa yang ditemukan di Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur memiliki pola hias geometrik pilin,
garis-garis, dan pola tangga.
7. Benda-benda perunggu itu ditemukan di Indonesia
menunjukkan adanya persamaan dengan penemuan di Dongson, yakni mengenai bentuk
dan ragam hiasnya. Dari kesamaan tersebut kemudian menimbulkan dugaan, bahwa
dalam hal pengembangan budaya perunggu di Indonesia terdapat hubungan dengan di
Dongson (Vietnam). Hal ini didukung oleh pendapat bahwa kebudayaan perunggu
berasal dari daratan Asia yang disebut kebudayaan Dongson.
8. Pada masa perundagian telah banyak hasil-hasil
kebudayaan yang bernilai tinggi. Hasil-hasil kebudayaan yang terdapat pada masa
ini berwujud ide atau gagasan, norma-norma atau peraturan, dan aktivitas sosial
maupun wujud kebendaan. Berbagai hasil-hasil kebudayaan yang diwujudkan ke
dalam tiga bentuk tersebut dapat kita
temukan. Dari keseluruhan hasil-hasil
kebudayaan pada masa perundagian, sebagaian besar hasil-hasil tersebut
berwujud benda-benda berupa alat-alat. Sedikit sekali hasil kebudayaan pada
masa ini yang berwujud norma dan peraturan.
9. Banyaknya hasil-hasil kebudayaan masyarakat pada masa
perundagian berwujud benda yang terdiri dari berbagai macam alat-alat disebabkan
karena pada masa perundagian ini manusia telah mengenal teknologi yang lebih
bersifat modern dan memiliki keahlian untuk membuat alat-alat tersebut. Pada
masa perundagian kemahiran membuat alat-alat semakin berkembang sebagai akibat
terjadinya golongan-golongan dalam
masyarakat yang bertugas secara khusus membuat alat-alat. Pada masa
perundagian, teknologi pembuatan benda-benda makin meningkat, terutama setelah
ditemukannya campuran antara timah dan tembaga yang mengahasilkan logam
perunggu.
10. Di Indonesia penggunaan logam perunggu mulai
digunakan beberapa abad sebelum masehi. Berdasarkan temuan-temuan arkeologik,
Indonesia hanya mengenal alat-alat yang dibuat dari perunggu dan besi.
Benda-benda perunggu yang ditemukan di Indonesia menunjukan persamaan dengan
temuan-temuan di Dongson (Vietnam), baik bentuk maupun pola hiasannya. Hal ini
menimbulkan dugaan tentang adanya hubungan budaya yang berkembang di Dongson
dengan di Indonesia.
11. Suatu kemahiran baru pada masa perundagian adalah
kepandaian menuangkan logam. Teknik melebur logam merupakan teknik yang tinggi,
karena pengetahuan semacam itu belum dikenal dalam masa sebelumnya. Logam harus
dipanaskan sehingga mencapai titik lebur, kemudian baru dicetak menajadi
bermacam-macam jenis pekakas atau benda lain yang diperlukan. Teknik pembuatan
benda-benda perunggu ada dua macam, yaitu dengan cetakan setangkup (bivalve)
dan cetak lilin (a cire perdue). Cetakan setangkup, yaitu cara menuangkan
dengan membuat cetakan dari batu. Teknik ini dilakukan untuk benda-benda yang
tidak mempunyai bagian- bagian yang menonjol.
Sumber :
Supriyadi, Marwan. 2009. Sejarah 1 : Untuk SMA/ MA kelas
x. Jakarta : Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
0 Komentar